Belajar sejarah lagi yuk, TNGers! Kali ini kita kupas sedikit tentang Tionghoa Benteng. Nama “Tionghoa Benteng” berasal dari kata “Benteng”, nama lama dari Kota Tangerang. Saat itu terdapat sebuah benteng Belanda di Kota Tangerang tepatnya di pinggir Sungai Cisadane, yang difungsikan sebagai pos pengamanan mencegah serangan dari Kesultanan Banten. Benteng ini merupakan Benteng terdepan pertahanan Belanda di pulau Jawa.

Orang Tionghoa Benteng dikenal dengan warna kulitnya yang sedikit lebih gelap (walaupun tetap berkulit kuning) dibandingkan warga keturunan Tionghoa lainnya di Indonesia. Mereka lebih mirip dengan orang-orang Vietnam ketimbang orang Tiongkok.

Kesenian mereka yang terkenal adalah kesenian campuran antara Betawi dengan Tionghoa. Salah satunya ialah cokek yaitu sebuah tarian berpasangan lelaki dan perempuan dengan iringan musik gambang kromong.

Agama yang dianut beragam antara lain Konghucu, Buddhisme, Taoisme, Katholik, Protestan, Pemujaan Leluhur, Pemujaan Surga, dan ada sedikit yang beragama Islam.

Hal menarik dari Tionghoa Benteng adalah biarpun mereka sudah tidak berbahasa Tionghoa lagi, mereka tetap melestarikan budaya leluhur dan tradisi Tiongkok, loh, TNGers. Bisa dilihat dari tradisi pernikahannya yang menggunakan upacara pernikahan gaya Dinasti Manchu (Qing). Mereka juga mengenakan pakaian gaya Dinasti Manchu seperti Manchu Robe dan Manchu Hat pada saat acara pernikahan.

Orang Tionghoa Benteng adalah satu-satunya komunitas Tionghoa di Indonesia yang memiliki darah orang Manchu, karena hanya orang Tionghoa Benteng yang masih tetap menggunakan upacara nikah gaya Dinasti Manchu setelah Dinasti Qing runtuh pada tahun 1912. Di Tiongkok sendiri, upacara nikah gaya Dinasti Qing itu sudah hampir hilang dan sangat jarang ditemukan.

Seru juga kan TNGers, ternyata belajar sejarah tidak membuat bosan justru menambah pengetahuan loh. Mari TNGers kita belajar banyak sejarah agar tidak ketinggalan jaman dan menambah wawasan kita khususnya sejarah Tangerang (Kota/Kabupaten/Selatan).

Penulis: Luthfiah Dewi SA
Editor: Nur Indah

There are no comments yet.

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked (*).