Melalui program #GatheringTNG, AboutTNG terus berbagi informasi, ilmu, tips secara gratis untuk orang Tangerang.

Pada #GatheringTNG ke-13, AboutTNG bersama @legalsitindonesia mengangkat tema “Sukses Berbisnis di Tangerang” yang dilangsungkan di @sandwichattack_ Sabtu (22/2/2025) sore.
Diskusi santai ini menghadirkan Husnie Ramdan (artis, sutradara, pemilik Production House), Ibu Esih Sukaesih (UMKM Wayang SHM), Bobby Daniswara (pengusaha dan Managing Director Legalist), serta Denny Setiawan (Legalist Ops Manager).
Mereka saling berbagi cerita dan pengalaman selama merintis bisnis di Tangerang, mulai dari jatuh bangunnya, hingga bisa sukses sampai saat ini.

Sebagai seorang aktor, karir Husnie Ramdan tidak berhenti di situ saja. Dirinya juga menjadi sutradara film hingga kini memiliki production house dengan nama SEEV Entertainment.
“Saya belajar dari mentor-mentor, justru dari diri kita pribadi dulu ya, keluar dari zona nyaman. Kalau kita pengen sesuatu yang lebih besar, berarti kita harus siap menghadapi resiko yang besar,” tuturnya.
Sebagai informasi, SEEV Entertainment telah berkontribusi pada film-film Indonesia yang sukses di layar lebar seperti KKN di Desa Penari, Agak Laen, Vina: Sebelum 7 Hari, dan lain-lain.
“Industri film di Indonesia itu lagi bagus-bagusnya. Bahkan film Hollywood di bioskop banyak kesalip film-film Indonesia. Dulu porsinya 70% film Hollywood, 30% film Indonesia. Sekarang terbalik,” tamabahnya.

Berbeda bidang usaha dengan Husnie, Ibu Esih warga Cibodas, Kota Tangerang dikenal dengan tangan kreatifnya memproduksi wayang daur ulang yang diberi nama Wayang SHM.
Sudah sekitar 7 tahunan Ibu Esih menggeluti usaha dengan budget yang sangat kecil, memanfaatkan peluang hanya dengan menggunakan bahan-bahan tak terpakai.
“Buat orang lain mungkin sampah, tapi buat kita bisa jadi uang. Selain itu kita juga membantu mengurangi jumlah sampah,” terangnya.
Produknya bisa bermanfaat untuk balita hingga lansia. Wayang yang terbuat dari pensil bekas itu bisa dipakai untuk melatih motorik anak-anak. Kemudian bagi remaja bisa membuat sendiri dan jadi sumber penghasilan juga.

Sementara lansia diajak berkarya lewat pelatihan gratis yang bisa menjaga mereka tetap aktif dan terhindar dari risiko pikun.
Namun untuk menjalankan bisnis tak hanya mempertimbangkan dari segi untung rugi saja, soal perizinan usaha juga sama pentingnya. Legalist hadir untuk menjelaskan hal tersebut.
Bobby Daniswara sebagai Managing Director Legalist Indonesia yang juga pernah merintis usaha di bidang travel, menceritakan pengalamannya pernah mendapat somasi dari usaha dengan nama serupa.
“Setelah diskusi dengan beberapa konsultan hukum, memang kita menyalahi aturan karena pihak sana sudah mendaftarkan namanya lewat PDKI. Akhirnya kita bikin perjanjian untuk minta waktu mengganti nama usaha,” terangnya.
Denny mencontohkan kasus lainnya soal per-HAKI-an yang sempat happening di Tangerang.
Salah satunya Es Kode legend di Kota Tangerang yang belum pernah mendaftarkan merek usahanya ke PDKI, bisa kalah secara hukum apabila dituntut oleh brand Jus Kode yang sudah mendaftarkan merek usahanya.
“Secara hukum, yang ditentukan benar adalah siapa yang mendaftarkan merek duluan. Karena merek di Indonesia itu dasarnya adalah ‘First to File’,” katanya.