Kehidupan masyarakat Indonesia dipengaruhi oleh banyak budaya. Salah satunya adalah budaya Tionghoa yang kemudian jadi bagian tak terpisahkan dari sejarah budaya Indonesia. Pernahkah Anda mengunjungi Museum Benteng Heritage?

Museum tersebut merekam secara manis jejak sejarah peranakan Tionghoa. Museum ini merupakan satu-satunya museum peranakan Tionghoa di Indonesia. Letaknya berada di Jalan Cilame No. 18&20, Pasar Lama, Kota Tangerang yang terletak tidak jauh dari Sungai Cisadane. Ada sebuah bangunan bernuansa Tiongkok yang disebut Museum Benteng Heritage. Museum ini merupakan hasil restorasi rumah kuno seorang etnis Tionghoa yang menikah dengan orang lokal. Keturunan pernikahan campuran itu kemudian dikenal sebagai peranakan Tionghoa.

Salah satu dari keturunan mereka yakni Udaya Halim atau lebih dikenal dengan Lim Thin Peng, memutuskan untuk melestarikan sejarah dan tradisi Tionghoa. Pada 2009, ia membeli rumah khas peranakan yang besar namun cukup usang saat itu. Ia kemudian membenahi rumah untuk dibuat menjadi Museum Benteng Heritage.

Saat merestorasi bangunan, Udaya Halim dan adik-adiknya mengkaji banyak ide dan ilmu agar bangunan ini menjadi cantik namun tetap terjaga bentuk aslinya. Mereka melakukannya selama dua tahun dan museum ini baru diresmikan pada 11 November 2011.

Semua benda yang berada di Museum Benteng Heritage merupakan sumbangan orang-orang Tiongkok Benteng, yakni sebutan untuk masyarakat Tiongkok yang mendiami Tangerang dari generasi ke generasi. Dikumpulkan juga berbagai barang berusia ratusan tahun seperti serpihan kapal besar milik Cheng Ho, laksamana Tiongkok Muslim yang datang ke Nusantara. Koleksi lain, Anda bisa menemukan alat pemutar lagu kuno yaitu Edisson Phonograph yang dibuat pada 1890an.

Beberapa benda langka yang tak kalah menarik adalah meja mahjong berwarna gading, timbangan opium, kostum Dinasi Qing dari abad ke-19, kain batik peranakan yang digambar dengan motif-motif khas Tiongkok. Tak ketinggalan foto-foto masyarakat Tionghoa di masa lalu.

Di sudut lain, Anda bisa melihat baju pernikahan campuran hasil perpaduan warisan Hokkien dengan pakaian tradisional Betawi. Pengantin pria mengenakan kemeja hitam dengan celana panjang dan topi berbentuk kerucut, sementara pengantin wanita memakai baju Hwa Kun dengan hiasan kepala dan kerudung.

Udaya Halim tidak hanya menjadikan museum ini bangunan untuk menyimpan barang-barang tua, namun juga wadah untuk menghidupkan kembali tradisi budaya mereka yang unik. Oleh karena itu, aula Museum Benteng Heritage kini sering digunakan untuk pertemuan masyarakat, pernikahan dan fashion show.

Festival Kuliner Peranakan juga sering diadakan di sini menyajikan pilihan kuliner Baba dan Nyonya yang menarik. Melihat antusias pengunjung yang begitu besar, Udaya pun berniat membuka kafe dan restoran di dekat Museum Benteng Heritage.

There are no comments yet.

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked (*).